Senin, 26 Maret 2012

Rumah adat tongkonan

Suku Toraja dalam kehidupannnya sangat terikat oleh sistem adat yang berlaku, sehingga hal ini berpengaruh kepada keeksisan Tongkonan. Oleh karena itu di daerah tana Toraja dikenal beberapa tongkonan-tongkonan sesuai fungsinya dalam adat masyarakat Tana Toraja:

Tongkonan layuk

Tongkonan ini adalah tongkonan pertama dan utama kerena fungsinya didalam adat sebagai sumber kajian di dalam membuat peraturan-peraturan adat.

Tongkonan pekamberan / Pekaindoran

Tongkonan ini adalah tongkonan kedua yang berfungsi sebagai pelaksana atau yang menjalankan aturan, perintah dan kekuasaan adat didalam masing-masing daerah adat yang dikuasainya.

Tongkonan Batu Ariri

Tongkonan ini adalah tongkonan ketiga, tongkonan ini tidak mempunyai kekuasaan didalam adat tetapi berperan sebagai tempat persatuan dan pembinaan keluarga dari turunan yang membangun Tongkonan tersebut pertama kali.

Ketiga tongkonan yang disebutkan di atas pada prinsipnya mempunya bnetuk yang sama, tetapi dalam hal hiasan terdapat perbedaan khusus yang dilatarbelakangi oleh peranan dan fungsi masing-masing tongkonan tersebut.

Perbedaan tersebut terletak pada pemakaian tinag tengah yang disebut Tulak somba, pemakaian hiasan kepala kerbau yang disebut kabongo dan pemakaian kepala ayam yang disebut katik. Ketiga unsur yang telah disebutkan diatas khusus diperuntukkan bagi tongkonan layuk, sedangkan pada tongkonan pekamberan / pekaindoran hanya diperbolehkan memakai hiasan kabongo dan katik. Sementara untuk tongkonan batu ariri sebenarnya ketiga unsur tersebut tidak diperbolehkan untuk digunakan.

Bentuk tongkonan berbentuk perahu layar. Tradisi lisan dalam masyarakat Toraja meyakini bahwa bentuk itu dilatarbelakangi datangnya penguasa-penguasa pertama di Toraja, dari arah selatan Tana Toraja dengan mempergunakan perahu yang dinamakan Lembang melalui sungai-sungai besar seperti sunga Sa’dang. Bentuk perahu itulah yang menilhami pembuatan rumah tongkonan, sehingga bentuknya menjulang ke depan dan kebelakang.

Mengenai tata letaknya, tongkonan itu harus selalu menghadap ke utara dan ini merupakan syarat mutlak yang dianut didalam pembangunan sebuah tongkonan. Prinsif ini dilatarbelakangi oleh falsafah orang toraja dalam memandang alam, yang didalam ajaran aluk Todolo disebut apa oto na (4 dasar falsafah), yakni; bagian utara dinamakan ulunna langi’ atau merupakan penjuru yang paling mulia; bagian timur dinamakan mataallo, penjuru yang merupakan tempat bermulanya terang (matahari); bagian barat dinamakan matampu atau tempat datangnya kegelapan.atau sebagai simbolkesusahan atau kematian; bagian selatan dinamakan pollona langi. Bagian ini dianggap sebagai bagian terendah dari penjuru bumi dam merupakan tempat melepaskan segala yang kotor.

Oleh karena itu, semua bangunan tongkonan yang ada do tana toraja menghadap ke utara, termasuk didalam bangunan rumah adat di kete kesu yang dibangun sejak 400 tahun yang lalu dan telah dihuni sekitar 30 generasi.

Bangunan tongkonan juga terdiri dari bagian-bagian yang dinamakan:
Sulluk adalah kolong rumah;
Inan adalah ruangan yang terletak diatas kolong rumah yang dikelilingi dinding sebagai badan rumah, inan ini sendiri terbagi kedalam: 

Tangdo yang berfungsi sebagai kamar depan sebagai tempat sesembahan kepada leluhur; Sali adalah bilik tengah yang fungsinya terbagi dua, pada bagian timur tangdo difungsikan sebagai padukkuang Api (dapur) dan tangdo bagian barat sebagai tempat inan Pa Bulan (orang meninggal)
Sumbung adalah ruang bagian belakang yang berfungsi sebagai kamar tidur orang yang menempati tongkonan tersebut.
Rattian adalah loteng rumah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan pusaka dan benda-benda berharga lainnya.

Papa adalah adalah pelindung berupa atap yang terbuat dari bambu yang mempunya bentuk khas perahu.
Demikianlah sedikit artikel tentang Tongkonan Rumah Adat Toraja semoga artikel sederhana ini dapat menambah wawasan akan khazanah budaya yang terdapat dinegeri ini.


1 komentar: